Yongky Susilo
Consumer and Retail Strategist
Board Exoert Hippindo, Advisor to AP3MI
Member Staff Retail APINDO – KADIN
Consultant to world leading Market Research Company
Author of book Retail Rules (Trend 2010-2020)
Generasi Terbesar Di Dunia Telah Muncul di 2020
Di tahun 2019, Gen Z telah melewati jumlah millennials, terhitung 32% dari populasi dunia yang berjumlah 7.7 milyar manusia. Lahir di tengah pertumbuhan ekonomi yang lemah dan merupakan generasi yang pertama dalam sejarah yang tidak mengenal “hidup tanpa internet”. Mereka sangat realistis, penghemat, kerja keras dan sangat inovatif; mencari kepemimpinan dan nilai2 hidup di dalam pekerjaan dan berkeinginan kuat menjadi entrepreneur. Gen Z merevolusi tatanan bisnis dan manajemen menjadi lebih mudah and berlogika bagi manusia, sangat interactive dan lebih menyukai temu muka (face to face). Jangan salahkan Millenial, tetapi pelemahan pertumbuhan ekonomi.
Pelemahan ekonomi dunia di mulai sejak 2011 dengan beruntunnya pelemahan harga komoditas, taper tantrum, depresiasi mata uang emerging market dsbnya. 2014 terjadi tekanan ekonomi yang berat dengan kenaikan BBM, Gas, PAM, Listrik, dan terutama harga bahan makanan, serta over regulasi. Sebagai dampaknya, pelemahan terendah di Indonesia terjadi di 2015 sebesar 4.88% (turun dari 6% atau lebih sebelum 2011) dan bertumbuh flat sekitar 5% hingga tahun 2019. Pembalikan pertumbuhan sebenarnya terjadi di semester kedua 2015 dengan munculnya Bantuan Langsung Tunai di bulan May 2015, penurunan sedikit harga BBM dsbnya, peningkatan belanja pemerintah , peningkatan investasi dan munculnya paket de-regulasi dari pemerintah.
Pembalikan pertumbuhan terjadi kembali di tahun 2018 seiring dengan kenaikan pertumbuhan konsumsi domestik di kwartal kedua 2018 sebesar 5.14% dan menjadi kwartal dengan pertumbuhan ekonomi terbaik di 4.5 tahun terakhir yaitu 5.27%. Penjualan semua produk di FMCG mulai naik kembali; minuman dan makanan Ready To Drink – Eat, memimpin kenaikan dan beberapa personal care membaik. Minimarket dan Convenient stores juga sudah dalam pemulihan pertumbuhan. Harapan optimis pengusaha ritel untuk mendapatkan konsistensi kenaikan pupus ketika memasuki 2019, yaitu tahun politik atau pemilihan umum dimana membuat pengusaha “wait and see” hingga akhir tahun. Pertumbuhan konsumsi barang komoditas seperti FMCG sudah naik tetapi berlanjut datar; sedangkan konsumsi lifestyle mandek sejak sehabis lebaran 2019, ini ter-refleksi dari konsumsi domestik yang melemah hingga 4.97% di Q4 2019 (melorot dibawah 5% kembali). Selama enam tahun pertumbuhan konsumsi rata-rata yang rendah dan datar ini, membuat pengusaha ritel menderita dan banyak yang menutup bisnisnya. Peritel selalu optimis, akan ada musim semi berikutnya.
Produk kosmetik muka mempunyai trend yang berbeda, meningkat tinggi rata-rata 30% dalam beberapa tahun ; di picu oleh perilaku selfie dan digital marketing melalui influencer yang mahir. Indonesia mempunyai banyak sekali peluang pertumbuhan dan investasi.
Beberapa membuat prediksi penyebab pelemahan konsumsi adalah trend millennial (25% jumlah populasi) yang berubah belanja ke online, leisure ekonomi dan millennial berhenti mengkonsumsi banyak produk kategori. Perlu dicatat, suatu perpindahan trend generasi berlaku untuk jangka panjang dan tidak untuk jangka pendek.
Ecommerce yang bertumbuh di Indonesia hanya mempunyai market share maksimal 3%, sangat kecil dampaknya. Belanja leisure yang signifikan hanya terjadi di kelas menengah atas, pelemahan terjadi di kelas bawah. Dan kini ternyata produk kategori yang dikatakan mati oleh karena online dan leisure kini sudah naik kembali sejalan dengan pembalikan pertumbuhan ekonomi. Jadi korelasi antara konsumsi dan ekonomi sangat erat karena kontribusi konsumsi domestik di Indonesiia adalah sebesar 57% .
Dengan 265 juta penduduk, hampir dua per tiganya adalah kelas menengah atas, kelas menengahnya juga masih akan upgrade ke mid dan upper middle class di dekade depan. Dua pertiga populasi adalah orang muda dibawah 40 tahun yang sangat konsumtif. Dan hampir semua produk masih memiliki peluang premiumisasi Distribusi (ketersediaan) barang masih memiliki gap antara Jawa dan luar Jawa, permintaan produk belum bisa dipenuhi oleh distributor. Pasar masih di kuasai oleh trade channel yang tradisional (65% share) yang belum efisien dan efektif.